MAKALAH TAUHID
“MEMBEDAKAN AKIDAH YANG BENAR
DAN AKIDAH YANG SALAH”
Disusun Oleh :
Ahmad Guzali
WEB KALONG
www.webkalong.blogspot.com
www.webkalong.blogspot.com
KATA
PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya
berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada
waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan
kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya
sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini
bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Banjarbaru,
Maret 2019
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A... Latar Belakang
B.... Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A... Pengertian Akidah
B.... Tujuan Mempelajari Akidah Islam
C... Akidah yang Benar (Aqidah Shahihah)
D... Akidah yang Salah (Aqidah Bathilah)
BAB III PENUTUP
A... Kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Nilai suatu
ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu
tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk
dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada
Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah
orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang
tidak mengenal penciptanya.
Makalah
AqidahAllah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-
lengkapnya bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah
bimbing mereka dengan mengutus para Rasul semuanya menyerukan kepada tauhid
agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang
dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin, orang yang
menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang
merupakan bagian dari kekafiran.
Aqidah dalam
tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat sudah rusak, bagian
yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah
pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan
dunia dan akhirat. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh
aspek kehidupan keagamaan
seorang
Muslim, baik ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan akidah ?
2. Apa
tujuan mempelajari akidah islam?
3. Bagaimanakah
akidah yang benar?
4. Bagaimanakah
akidah yang salah?
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akidah
Akidah secara
bahasa artinya ikatan. Sedangkan secara istilah akidah artinya keyakinan hati
dan pembenarannya terhadap sesuatu. Dalam pengertian agama maka pengertian
akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:
1. Beriman
dengan Allah
2. Beriman
dengan para malaikat
3. Beriman
dengan kitab-kitab-Nya
4. Beriman
dengan para Rasul-Nya
5. Beriman
dengan hari akhir
6. Beriman
dengan takdir yang baik maupun yang buruk
Sehingga
akidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai
keraguan di dalam hati seseorang (lihat At Tauhid lis Shaffil Awwal Al ‘Aali
hal. 9, Mujmal Ushul hal. 5)
B.
Tujuan Mempelajari Akidah Islam
Untuk
mengetahui petunjuk hidup yang benar dan dapat membedakan mana yang benar dan
mana yang salah sehingga hidup untuk mencari keridhaan Allah SWT.
1. Untuk
menghindarkan diri dari pengaruh kehidupan yang sesat atau jauh dari petunjuk
hidup yang benar.
2. Dapat
Meningkatkan ibadah kepada Allah
3. Dapat
Membersihkan akal dan pikiran untuk ketenangan jiwa
4. Dapat
mengikuti para rasul akan tujuan dan perbuatannya.
5. Dapat
beramal baik hanya semata-maya karna ALLAH SWT
6. Dapat
Ikhlas Dan Selalu menegakkan agamanya serta memperkuat tiang penyanggahnya.
7. Mengharapkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Al
Hujurat 15)
Nabi Muhammad
Bersabda: "Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah daripada orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan.
Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan
dari Allah dan jangan lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau
katakan: Seandainya aku kerjakan begini dan begitu. Akan tetapi katakanlah: Itu
takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan. Sesungguhnya
mengandai-andai itu membuka perbuatan setan." (Muslim)
C. Akidah
yang Benar (Aqidah Shahihah)
Akidah yang benar merupakan landasan
tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan
oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah
dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam
beribadah kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu:
Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan
kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az
Zumar: 65)
Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima
apabila tercampuri dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat
memperhatikan perbaikan akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah
dakwah pertama yang diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka; menyembah
kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya.
Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ
وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang
menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)'”
(QS. An Nahl: 36)
Bahkan setiap Rasul mengajak kepada kaumnya dengan seruan yang serupa
yaitu, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang benar) bagi
kalian selain Dia.” (lihat QS. Al A’raaf: 59, 65, 73 dan 85). Inilah seruan
yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh Nabi-Nabi kepada
kaum mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mekkah sesudah beliau
diutus sebagai Rasul selama 13 tahun mengajak orang-orang supaya mau bertauhid
(mengesakan Allah dalam beribadah) dan demi memperbaiki akidah. Hal itu
dikarenakan akidah adalah fondasi tegaknya bangunan agama. Para dai penyeru
kebaikan telah menempuh jalan sebagaimana jalannya para nabi dan Rasul dari
jaman ke jaman. Mereka selalu memulai dakwah dengan ajaran tauhid dan perbaikan
akidah kemudian sesudah itu mereka menyampaikan berbagai permasalahan agama
yang lainnya (lihat At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 9-10).
D. Akidah
yang Salah (Aqidah Bathilah)
Penyimpangan dari akidah yang benar
adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang
benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan
pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka pun
mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh
diri. Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri
gara-gara diputus pacarnya.
Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak
dibangun di atas fondasi akidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai
kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur dengan materi), sehingga
apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu
agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan
keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka
tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu
berada bukan kampungnya umat Islam. Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan
(disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12)
Oleh karena peranannya yang sangat
penting ini maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari
akidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:
1.
Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah
yang benar. Hal ini bisa terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, tidak
mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang dicurahkan
untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi yang tidak memahami
akidah yang benar dan tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan
dengannya, sehingga yang benar dianggap batil dan yang batil pun dianggap
benar. Hal ini sebagaimana pernah disinggung oleh Umar bin Khaththab
radhiyallahu ‘anhu, “Jalinan agama Islam itu akan terurai satu persatu, apabila
di kalangan umat Islam tumbuh sebuah generasi yang tidak mengerti hakikat
jahiliyah.”
2.
Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang
dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan, dan
meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek moyang walaupun
hal itu termasuk kebenaran. Keadaan ini seperti keadaan orang-orang kafir yang
dikisahkan Allah di dalam ayat-Nya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka:
‘Ikutilah wahyu yang diturunkan Tuhan kepada kalian!’ Mereka justru mengatakan,
‘Tidak, tetapi kami tetap akan mengikuti apa yang kami dapatkan dari
nenek-nenek moyang kami’ (Allah katakan) Apakah mereka akan tetap mengikutinya
meskipun nenek moyang mereka itu tidak memiliki pemahaman sedikit pun dan juga
tidak mendapatkan hidayah?” (QS. Al Baqarah: 170)
3.
Taklid buta (mengikuti tanpa landasan
dalil). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat-pendapat orang dalam
permasalahan akidah tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Inilah
kenyataan yang menimpa sekian banyak kelompok-kelompok sempalan seperti kaum
Jahmiyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya. Mereka mengikuti saja perkataan
tokoh-tokoh sebelum mereka padahal mereka itu sesat. Maka mereka juga
ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh dari pemahaman akidah yang benar.
4.
Berlebih-lebihan dalam menghormati para
wali dan orang-orang saleh. Mereka mengangkatnya melebihi kedudukannya sebagai
manusia. Hal ini benar-benar terjadi hingga ada di antara mereka yang meyakini
bahwa tokoh yang dikaguminya bisa mengetahui perkara gaib, padahal ilmu gaib
hanya Allah yang mengetahuinya. Ada juga di antara mereka yang berkeyakinan
bahwa wali yang sudah mati bisa mendatangkan manfaat, melancarkan rezeki dan
bisa juga menolak bala dan musibah. Jadilah kubur-kubur wali ramai dikunjungi
orang untuk meminta-minta berbagai hajat mereka. Mereka beralasan hal itu
mereka lakukan karena mereka merasa sebagai orang-orang yang banyak dosanya,
sehingga tidak pantas menghadap Allah sendirian. Karena itulah mereka
menjadikan wali-wali yang telah mati itu sebagai perantara. Padahal perbuatan
semacam ini jelas-jelas dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka
menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari). Beliau
memperingatkan umat agar tidak melakukan sebagaimana apa yang mereka lakukan
Kalau kubur nabi-nabi saja tidak boleh lalu bagaimana lagi dengan kubur orang
selain Nabi ?
5.
Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah,
baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah. Ini terjadi karena terlalu mengagumi
perkembangan kebudayaan materialistik yang digembar-gemborkan orang barat.
Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur dengan sejauh mana
kita bisa meniru gaya hidup mereka. Mereka menyangka kecanggihan dan kekayaan
materi adalah ukuran kehebatan, sampai-sampai mereka terheran-heran atas
kecerdasan mereka. Mereka lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah yang
telah menciptakan mereka dan memudahkan berbagai perkara untuk mencapai
kemajuan fisik semacam itu. Ini sebagaimana perkataan Qarun yang menyombongkan
dirinya di hadapan manusia, “Sesungguhnya aku mendapatkan hartaku ini hanya
karena pengetahuan yang kumiliki.” (QS. Al Qashash: 78). Padahal apa yang bisa
dicapai oleh manusia itu tidaklah seberapa apabila dibandingkan kebesaran alam
semesta yang diciptakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Allah lah
yang menciptakan kamu dan perbuatanmu.” (QS. Ash Shaffaat: 96)
6.
Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan
bimbingan agama yang benar. Padahal peranan orang tua sebagai pembina
putra-putrinya sangatlah besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Bukhari). Kita dapatkan anak-anak telah besar di bawah asuhan sebuah mesin
yang disebut televisi. Mereka tiru busana artis idola, padahal busana sebagian
mereka itu ketat, tipis dan menonjolkan aurat yang harusnya ditutupi. Setelah
itu mereka pun lalai dari membaca Al Qur’an, merenungkan makna-maknanya dan
malas menuntut ilmu agama.
7.
Kebanyakan media informasi dan penyiaran
melalaikan tugas penting yang mereka emban. Sebagian besar siaran dan acara
yang mereka tampilkan tidak memperhatikan aturan agama. Ini menimbulkan
fasilitas-fasilitas itu berubah menjadi sarana perusak dan penghancur generasi
umat Islam. Acara dan rubrik yang mereka suguhkan sedikit sekali menyuguhkan
bimbingan akhlak mulia dan ajaran untuk menanamkan akidah yang benar. Hal itu muncul
dalam bentuk siaran, bacaan maupun tayangan yang merusak. Sehingga hal ini
menghasilkan tumbuhnya generasi penerus yang sangat asing dari ajaran Islam dan
justru menjadi antek kebudayaan musuh-musuh Islam. Mereka berpikir dengan cara
pikir aneh, mereka agungkan akalnya yang cupet, dan mereka jadikan dalil-dalil
Al Qur’an dan Hadits menuruti kemauan berpikir mereka. Mereka mengaku Islam
akan tetapi menghancurkan Islam dari dalam. (disadur dengan penambahan dari At
Tauhid li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12-13).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Akidah dari
segi istilah syarak bermaksud kepercayaan dan keyakinan yang mantap terhadap
konsep ketuhanan dan kerasulan berdasarkan dalil al Quran dan As Sunnah.
Ciri-ciri akidah yang benar:
1. Kepercayaan
dan keyakinan yang teguh terhadap Allah SWT yang Maha Berkuasa.
2. Kepercayaan
kepada rasul serta beriman dengan sunnah yang dibawa.
3. Kepercayaan
terhadap perkara sam’iyyat (ghaib) yang dijadikan oleh Allah SWT.
Ciri-ciri akidah yang salah:
1. menolak
keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
2. mensyirikkan
Allah SWT dengan makhluk ciptaan Nya.
3. menafikan
kerasulan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Ari
Wahyudi, Ssi. 11 Desember 2008. "Tauhid:
Pentingnya Akidah Dalam Kehidupan Seorang Insan". https://muslim.or.id/459-tauhid-akidah-dalam-kehidupan-insan.html
di akses pada tanggal 27 Maret 2019 pukul 18.00 WITA
Fakhrizal.
29 April 2016. "Makalah Aqidah".
http://www.jejakpendidikan.com/2016/04/makalah-aqidah.html
di akses pada tanggal 27 Maret 2019 pukul 18.13 WITA
Nur Fatin.
24 Agustus 2014. "Pengertian Dan
Tujuan Akidah". http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/08/pengertian-dan-tujuan-akidah.html
di akses pada tanggal 27 Maret 2019 pukul 18.18 WITA
Share This :
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
ReplyDeletemampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia